A. Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman.[1]
Cronbach
mengemukakan bahwa learning is shown by change in behaviour as a result
of experience (belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan
oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman). Sedangkan,
Geoch, mengatakan : “Learning is a change in performance as a result of
practice”(belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek).[2]
Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut pandang yang
berbeda-beda, diantaranya: 1). Kuantitatif ,(ditinjau dari sudut jumlah,
belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan
fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut
banyaknya materi yang dikuasai siswa. 2). Institusional (tinjauan kelembagaan),
belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan
siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah
belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru
mengajar, semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam
bentuk skor. 3) kualitatif (tinjauan mutu) ialah arti-arti memperoleh
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa.
Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan
tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti
dihadapi siswa.[3]
Pada dasarnya belajar ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang
felatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif. SumadiSuryabrata menyimpulkan bahwa belajar itu
membawa perubahan yang terjadi karena adanya usaha dan mendapatkan keterampilan
baru.[4]
Slameto
mendefinsikan, belajar ialah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.[5]
Seseorang itu belajar karena interaksi dengan lingkungannya .belajar
itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru
dan lain sebagainya.
Belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa
raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur
cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwabelajar merupakan usaha
sadar dalam perubahan tingkah laku, yang terjadi karena hasil pengalaman-pengalaman
baru sehingga menambah pengetahuan yang ada di dalam diri seseorang.
B.
Prestasi
Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa
dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam
belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui
prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru[6].
Winkel (1996) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.Maka prestasi belajar merupakan
hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha
belajar.[7]
Benyamin S.
Bloom, prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi
tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.[8]
Pengertian prestasi belajar sendiri menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah hasil yang diperoleh
berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai
hasil dari aktivitas dalam belajar dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka.[9]
Slamento
Abdul Hadis mengatakan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu dalam memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
individu dengan lingkungannya.[10]
Menurut
Muhibbin Syah (2008) prestasi belajar adalah keberhasilan murid dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.Sedangkan
menurut Taulus Tu’u (2004) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka ynag diberikan oleh guru.[11]
Jadi, prestasi
belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran disekolah.
- Prestasi belajar tersebut terutama dinilai oleh aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintes dan evaluasi.
- Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hal yang
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan
proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi
belajar merupakan ukuran keberhasilan yang diperoleh siswa selama proses
belajarnya. Keberhasilan itu ditentukan oleh berbagai faktor yang saling
berkaitan.
Menurut Slamento (2003) dan Ngalim
Purwanto (2002), factor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa terbagi dua,
yaitu faktor Internal dan faktor Eksternal.
1.
Faktor Internal
Faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi
belajarnya.Faktor internal terdiri dari:
a)
Faktor Fisiologis (Jasmani)
Secara
umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan
lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut
dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.
Keletihan fisik pada siswa berpengaruh juga dalam prestasi
belajarnya. Menurut Cross dalam bukunya The Psychology of Learning, keletihan
siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam faktor[12],
yaitu:
a)
Keletihan indra
siswa
Keletihan
indera dalam hal ini, lebih mudah dihilangkan dengan cara istirahat yang cukup,
tidur dengan nyenyak, dsb.
b)
Keletihan fisik
siswa
Keletihan
fisik siswa berkesinambungan dengan keletihan indera siswa, yakni cara
menghilangkannya relative lebih mudah, salah satunya dengan cara
mengkonsumsi makanan dan minuman yang
bergizi, menciptakan pola makan yang teratur, merelaksasikan otot-otot yang
tegang.
c)
Keletihan
mental siswa
Keletihan
mental siswa ini dipandang sebagai faktor utama penyebab adanya kejenuhan dalam
belajar, sehingga cara mengatasi keletihannya pun cukup sulit. Penyebab
timbulnya keletihan mental ini diakibatkan karena kecemasan siswa terhadap
dampak yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri, kecemasan siswa terhadap
standar nilai pada pelajaran yang dianggap terlalu tinggi, kecemasan siswa
ketika berada pada keadaan yang ketat dan menuntut kerja intelek yang berat,
kecemasan akan konsep akademik yang optimum sedangkan siswa menilai belajarnya
sendiri hanya berdasarkan ketentuan yang ia bikin sendiri (self-imposed).
b)
Faktor
psikologis (intelegensi, minat, bakat, motivasi)
Setiap
individu peserta didik, pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang
berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa
faktor psikologis meliputi :
1)
Intelegensi/
Kecerdasan
Kecerdasan
adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan yang dihadapinya.. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi
yang normal, selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan
sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang
berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada
usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kawan sebayanya. Maka Slameto-punmengatakan bahwa tingkat intelegensi
yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi
yang rendah.[13]
Jika siswa mengalami tingkat intelegensi yang rendah, siswa tidak
dapat mencerna pelajaran dengan baik,
dia akan mendapatkan kesulitan dalam belajarnya. Adapun makna dari kesulitan belajar itu sendiri,
yaitu anak-anak ataupun remaja
yang mengalami kesulitan belajar (learning disability) memiliki intelegensi
normal ataupun diatas rata-rata namun mengalami kesulitan setidaknya satu mata
pelajaran, biasanya beberapa bidang akademis, dan kesulitan mereka tidak dapat
dijelaskan oleh masalah atau gangguan lain sesuai hasil diagnosis, seperti
retardasi mental. Konsep umum dalam
kesulitan belajar meliputi masalah dalam mendengarkan, konsenterasi, berbicara,
dan berfikir (Raymon,2004).Berdasarkan ketentuan remaja tidak dinyatakan
mengalami masalah akademis. (Frances dkk., 2005). [14]
Dan dari kesulitan belajar
inilah maka akan terjadi kejenuhan dalam belajar. Kejenuhan dapat diartikan
padat atau jenuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun.Dan jenuh dapat
diartikan dengan bosan. Kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang
digunakan untuk belajar, tetapi tidak membuahkan hasil (Reber, 1988).[15]
Seorang siswa yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan
pengetahuan yang diperoleh dan kecakapan yang di peroleh tidak ada kemajuan.
Seorang siswa yang sedang mengalami kejenuhan ini sistem akalnya tidak akan
bekerja dengan baik seperti sebagaimana yang diharapkan. Kejenuhan belajar
dapat melanda siswa apabila ia telah kehilangan motivasi dan kehilangan
konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum siswa sampai pada
tingkat keterampilan berikutnya (Chaplin, 1972).[16]
2)
Minat
Minat
adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenal beberapa
kegiatan.Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang
disertai dengan rasa sayang.Slameto mengemukakan bahwa minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan,
kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa
kasih sayang.[17]
minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar.Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri.
minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar.Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri.
3)
Bakat
Bakat
adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan.
Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto[18]bahwa bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya
dengan kata attitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan
tertentu. Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh
bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi
rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar
terutama belajat keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai
suatu hasil akan prestasi yang baik.[19]merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang
mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk
melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan
keinginannya.
4)
Motivasi
Motivasi
dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan
yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai
motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat
ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik
akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.[20]
5)
Konsep Diri
konsep diri adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri,
atau pandangan orang kain terhadap dirinya baik secra fisik, sosial dan
spiritual. Jenis-jenis konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu :
a)
Konsep diri
Positif merupakan konsep diri yang membuat
seseorang mampu menilai dirinya sendiri, mampu menerima kelebihan serta
kekurangannya dan mempunyai tujuan untuk menghilangkan kekurangan yang ada
dalam dirinya sehingga menjadi pribadi yang lebih baik. Konsep diri yang positif
akan mempermudah kita mencapai kesuksesan.
b)
Konsep diri
negatif merupakan penilaian terhadap diri
sendiri yang menilai bahwa dirinya itu lemah, banyak kekurangannya, bersifat
pesimis. Sehingga semakin sulit orang berkonsep diri negatif ini mencapai kesuksesan.
Dengan adanya konsep diri yang positif akan menimbulkan pribadi
yang penuh rasa percaya diri, optimis, berani menghadapi tantangan. Sedangkan
dengan konsep negatif akan menimbulkan ketidak percaya dirian, memiliki rasa
takut gagal dan pesimis.
Bidang-bidang perkembangan pribadi dan sosial yang penting bagi
anak-anak sekolah dasar adalah konsep diri dan harga diri. (Swann dkk.,2007).
Kedua aspek perkembangan anak-anak ini akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman
dalam keluarga, sekolah, dan dengan teman sebaya. Konsep diri meliputi cara
kita memahami kekuatan, kelemahan, kemampuan, sikap dan nilai. Perkembangannya
dimulai sejak lahir dan terus-menerus dibentuk oleh pengalaman. Harga diri
merujuk pada proses kita mengevaluasi kemampuan dan keterampilan yang kita
miliki. [21]
Faktor-faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Hal
ini dapat berupa sarana prasarana, situasi lingkungan baik itu lingkungan
keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Faktor eksternal terdiri
dari:
a)
Faktor keluarga, Keluarga
adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi siswa. Dari lingkungan
keluarga inilah yang pertama kali anak dikenalkan dan menerima pendidikan dan
pengajaran terutama dari ayah dan ibunya. Pengaruh keluarga bagi siswa adalah
berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang
kebudayaan. Keterlibatan orang tua dalam kegiatan sekolah memiliki pengaruh
terhadap prestasi akademik siswa. Dengan adanya perhatian dari orang tua
terhadap pendidikan akan membuat anak termotivasi untuk belajar.
Pola asuh orang tua sangat memengaruhi prestasi anak dalam belajar
disekolahnya.Pada umumnya orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya,
tetapi seringkali orang tua keliru dalam mengasuh anak-anaknya. Manurut Diana
Bamruid (1991), ada empat gaya pengasuhan orang tua, yaitu :
o
Pengasuhan
orang tua otoritarian (authoritarian parenting)
o Pengasuhan orang tua otoritatif (authoritative parenting)
o
Pengasuhan
orang tua yang acuh tak acuh (neglectful parenting)
o Pengasuhan orang tua yang permisif (indulgent parenting)
b)
Faktor lingkungan
sekolah, mempunyai
pengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar karena hampir sepertiga dari
kehidupan siswa sehari-hari berada disekolah. Faktor yang dapat menunjang
keberhasilan adalah metode mengajar
guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, sarana
dan prasarana pembelajaran, kedisiplinan waktu yang diterapkan.
c)
Faktor
masyarakat, Faktor lingkungan masyarakat disebut juga
sebagai faktor lingkungan sekitar siswa dimana ia tinggal, Faktor lingkungan
masyarakat ini juga memberikan pengaruh terhadap keberhasilan siswa. Diantaranya yaitu kegiatan
siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
masyarakat.
Namun, Muhibbin Syah (2013)
berpendapat bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor
internal, eksternal, dan pendekatan belajar.
1.
Faktor Internal
Faktor yang
berasal dari dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor ini meliputi 2
aspek, yaitu:
a)
Faktor Fisiologis (jasmani) yang meliputi
kesehatan dan cacat tubuh
Kondisi umum
jasmani atau tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran
organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, yang memperngaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Jika seorang siswa kondisi fisiknya
kurang sehat, maka akan menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga
menyebabkan kesulitan menerima materi dengan baik.
Kondisi
organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera
penglihatan sangat memengaruhi siswa dalam
menyerap materi atau informasi yang baru, terutama ketika proses belajar
mengajar berlangsung.
b)
Faktor Psikologis
Merupakan suatu
aspek yang dapat memengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa.Adapun
faktor-faktor rohaniah siswa pada umumnya dipandang lebih esensial, yaitu meliputi
tingkat inteligensi/kecerdasan, minat, bakat, dan motivasi.
2.
Faktor Eksternal
Faktor yang
berasal dari luar individu, yang terdiri atas dua macam, yaitu:
a)
Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru,
para tenaga kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-teman
sekelas dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa. Selanjutnya, lingkungan
sosial masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar tempat
tinggal siswa tersebut. Dan lingkungan sosial yang paling banyak memengaruhi kegiatan
belajar adalah orang tua dan keluarga itu sendiri. Seperti sifat-sifat orang
tua, praktik pengelolaan keluarga, dan
ketegangan keluarga semuanya dapat member dampak baik atau buruk
terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
b)
Lingkungan Nonsosial
Faktor yang meliputi lingkungan nonsosial
adalah sarana dan prasarana yang ada di sekolah, seperti gedenga sekolah dan
letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan
cuaca dan keadaan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini
dianggap dapat memengaruhi keberhasilan belajar siswa.
3. Faktor
Pendekatan Belajar (approach to learning)
yakni
jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan
siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi
pelajaran. Adapun ragam pendekatan belajar yang dipandang respentatif
(mewakili) pendekatan klasik dan modern, adalah sebagai berikut :
a) Pendekatan
Hukum Jost
Menurut
Reber (1988), salah satu asumsi paling pentingyang mendasari Hukum Jost (Jost’s
Law) adalah siswa yang lebih sering mempraktikan materi pelajaran akan lebih
mudah memanggil kembali memori-memori lama yang berhubungan dengan materi yang
sedang ditekuni. Berdasarkan asumsi Hukum Jost, maka belajar dengan kiat 5 x 3
lebih baik daripada 3 x 5, walaupun hasil perkalian keduanya sama. Maksudnya, mempelajari sebuah materi atau bidang studi,
dengan alokasi waktu 3 jam per hari selama 5 hari dipandang lebih efektif
daripada mempelajari 5 jam per hari selama 3 hari. Pendekatan belajar dengan
cara dicicil dipandang lebih efektif, terutama untuk materi-materi yang
bersifat hafalan atau pembiasaan seperti keterampilan berbahasa Inggris.
b) Pendekatan
Ballard & Clanchy
Menurut
Ballard & Clanchy (1990), pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi
oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua
macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu :
1) Sikap melestarikan
materi yang sudah ada (conserving)
Siswa
pada kategori ini, biasanya menggunakan pendekatan “reproduktif” (bersifat
menghasilkan kembali fakta dan informasi yang sudah ada).
2) Sikap
memperluas materi (extending)
Siswa
pada kategori ini, biasanya mengunakan pendekatan belajar “analitis”
(berdasarkan pemilahan dan interpretasi fakta dan informasi).Dan cukup banyak
yang menggunakan pendekatan yang lebih ideal yaitu “spekulatif” (berdasarkan
pemikiran mendalam) yang bertujuan menyerap pengetahuan dan mengembangkannya.
c) Pendekatan
Biggs
Menurut
penelitian Biggs (1991), pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan menjadi
tiga prototype (bentuk dasar), yaitu:
1) Pendekatan
surface (pemukaan/bersifat lahiriah)
Siswa
yang menggunakan pendekatan ini, biasanya karena motif eksternal, yakni
munculnya keinginan belajar karena dorongan dari luar, antara lain karena takut
dia tidak lulus yang menyebabkan dia malu. Maka gaya belajar siswa ini pun
santai, asal hafal dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
2) Pendekatan
deep (mendalam)
Siswa
yang menggunakan pendekatan ini, kebalikan dari siswa yang menggunakan
pendekatan surface.Siswa ini mempunyai motif internal yang kuat,
lantaran karena dia memang tertarik dan merasa membutuhkan. Maka gaya belajar
siswa ini serius dan berusaha memahami materi secara mendalam, dan memikirkan
cara mengaplikasikannya. Bagi siswa ini, lulus dengan nilai bagus itu penting,
tetapi lebih penting memiliki pengetahuan yang banyak dan bermanfaat bagi
kehidupannya.
3) Pendekatan
achieving (pencapaian prestasi tinggi)
Siswa
yang mengunakan pendekatan ini, biasanya dilandasi oleh motif ekstrensik yang
berciri khusus yaitu “ego-enchancement” yaitu ambisi yang besar dalam
meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi
setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius daripada siswa-siswa
yang mengunakan pendekatan lainnya.Siswa ini, memiliki keterampilan belajar (study
skills) yakni dia sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu. Baginya,
berkompetisi dengan teman-teman dalam memperoleh nilai tertinggi adalah
penting, sehinga ia sangat disiplin, sistematis serta berencana maju ke depan (plans
ahead).
John Biggs
menyimpulkan bahwa prototipe-prototipe pendekatan belajar tersebut pada umunya
digunakan pada siswa berdasarkan motifnya, bukan karena sikapnya terhadap
pengetahuan.Namun, sepertinya ada keterkaitan antara motif siswa dengan sikapnya terhadap pengetahuan.[24]
REFERENSI
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Narbuko, kholid.Metodologi
Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.2005
Ormrod, Jeanne E. Psikologi
Pendidikan. Edisi keenam. Jakarta:Erlangga.2008
Purwanto,
ngalim.Psikologi Pendidikan. Bandung:Remaja Rosdakarya.2002
Riduwan. Metode Riset. Jakarta: Bhineka Cipta. 2004
Salam, syamsir & Jaenal Aripin.Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta:UIN Jakarta Press.____
Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Cet.18.
Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
Semiawan, conny.Penerapan Pembelajaran pada Anak. Jakarta:
Indeks. 2008
Slamento.Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Raja
Grafindo Persada. 2007
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Cet.ke-18. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2013
Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Bandung:Remaja
Rosdakarya.2008
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi
Guru. Surabaya : Usaha Nasional,1994
Winkel, W.S. Bimbingan
dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia, 2007
Wiriatmadja, Rochiati. Metode
Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Andi-mustan.blogspot.com/2010/
Faktor-penyebab-anak-malas-belajar.html
Contohskripsi-makalah.blogspot.com/2012/pengertian-belajar-dan-prestasi-belajar.html
[1]DEPDIKNAS,
Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2]Sardiman.Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Hal.22 cet.18. Jakarta:Raja Grafindo
Persada. 2011
[3]
Syah,Muhibbin. Psikologi Pendidikan.Hal.90. Cet.18. Bandung:Remaja
Rosdakarya. 2013
[4]
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Hal.232 Jakarta:Raja Grafindo
Persada
[5]Slamento.Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.2. cet.ke-5. Jakarta: Bhineka
Cipta. 2010
[6]DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 895
[7]Winkel, W.S.Bimbingan dan Konseling di
Institusi Pendidikan.Hal.226. Jakarta : Gramedia, 2007
[8]Winkel,W.S.Op.cit
hal.26
[9] Syaiful
Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Hal.5.Surabaya : Usaha Nasional, 1994
[10]Slameto.Belajar
dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Hal. 60. Jakarta: Rineka Cipta. 2010
[11]
Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Hal. 91 Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
[12]
Syah,muhibbin. Syah, Muhibbin. Psikologi Penidikan. Cet.ke-18. Hal. 171. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013
[13]
Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.56.
cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
[14]Santrock,
John W.Remaja (andolescence). Hal.130
Jakarta: Gelora Aksara Pratama.2007
[16]
Syah,muhibbin. Op.Cit, hal.170
[17]
Slamento. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.57.
cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
[18]Purwanto, ngalim.Psikologi
Pendidikan. Hal.28. Bandung:Remaja Rosdakarya.2002
[19] Sadirman.Interaksi
danBelajar Mengajar. Hal.20. Jakarta:Raja Grafindo Persada.2011
[20] Sadirman.Op.Cit.hal.21
[21]Slavin,
Robert E. Psikologi Pendidikan (Educational Psychology).Edisi
kesembilan. Hal.102 Jakarta:Indeks. 2011
[22] Purwanto, ngalim.Psikologi
Pendidikan. Hal.32. Bandung:Remaja Rosdakarya.2002
[23]
Santrock, John W.Remaja (andolescence). Hal.15 Jakarta: Gelora Aksara Pratama.2007
[24]
Syah, Muhibbin. Psikologi Penidikan.
Cet.ke-18. Hal. 130. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar