Sumber: lenterakecil.com 
 A.    Pendahuluan 
Dalam
 batas-batas tertentu pendidikan sains dapat mempersiapkan individu 
untuk meningkatkan kualitas hidup, mengatasi masalah-masalah sosial yang
 ada, membantu individu dalam memilih dan mengembangkan karir, serta 
membantu individu untuk mempelajari sains lebih lanjut. Pengalaman 
menunjukkan bahwa orang-orang yang mempunyai latar belakang pengetahuan 
sains yang cukup lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke bidang-bidang
 di luar sains. Untuk itu pendidikan sains perlu diberikan sejak dini di
 sekolah-sekolah.
Menyadari
 betapa pentingnya pendidikan sains, telah banyak dilakukan upaya 
peningkatan kualitas pembelajaran sains di sekolah. Upaya ini dapat 
dilihat dari langkah penyempurnaan kurikulum yang terus dilakukan, 
peningkatan kualitas guru bidang studi, penyediaan dan pembaruan buku 
ajar, penyediaan dan perlengkapan alat-alat pelajaran (laboratorium) 
IPA, pengembangan pendekatan yang lebih relevan dan efektif mencapai 
tujuan pembelajaran sains, dan masih banyak usaha lain yang ditempuh 
untuk memperbaiki pencapaian hasil belajar sains siswa di sekolah. Namun
 demikian sampai sejauh ini pencapaian hasil belajar sains di sekolah 
secara umum dapat dinyatakan masih belum sesuai dengan harapan.
Dalam
 hal ini, salah satu faktor penyebabnya adalah bentuk daripada sistem 
penilaian kualitas pembelajaran sains dan kelulusan peserta didik  dari
 suatu lembaga pendidikan didasarkan pada indikator hasil belajar 
peserta didik yang tertera pada nilai tes belajar atau nilai tes akhir 
murni. Akibatnya, peserta didik dipaksa untuk melahap informasi yang 
disampaikan tanpa diberi peluang sedikit pun untuk melaksanakan refleksi
 secara kritis. Dalam hal ini anak didik hanya dituntut untuk belajar 
dengan cara menghapal semua informasi yang telah disampaikan oleh guru. 
Proses
 penilaian yang dilakukan selama ini semata-mata hanya menekankan pada 
penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tulis obyektif dan subyektif 
sebagai alat ukurnya. Keadaan semacam ini merupakan salah satu penyebab 
guru enggan melakukan kegiatan pembelajaran yang memfokuskan pada 
pengembangan keterampilan proses anak. Kegiatan pembelajaran yang 
dilakukan umumnya hanya terpusat pada penyampaian materi dalam buku 
teks. Keadaan faktual ini mendorong siswa untuk menghapal pada setiap 
kali akan diadakan tes harian atau tes hasil belajar. 
Proses
 pembelajaran sains pada hakekatnya menuntut keterlibatan peserta didik 
secara aktif dan bertujuan agar penguasaan dari kognitif , afektif, 
serta psi-komotorik terbentuk pada diri siswa, maka alat ukur hasil 
belajarnya tidak cukup jika hanya dengan tes obyektif atau subyektif 
saja. Dengan cara penilaian tersebut keterampilan siswa dalam melakukan 
aktivitas baik saat melakukan percobaan maupun menciptakan hasil karya 
belum dapat diungkap. Demikian pula tentang aktivitas siswa selama 
mengerjakan tugas dari guru. Baik berupa tugas untuk melakukan 
percobaan, peragaan maupun pengamatan. 
Fenomena
 di atas menunjukkan bahwa bentuk atau sistem penilaian yang digunakan 
dalam mengukur hasil belajar siswa sangat berpengaruh terhadap strategi 
pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan guru. Sistem penilaian yang
 benar adalah yang selaras dengan tujuan dan proses pembelajaran. Adapun
 tujuan dalam pembelajaran sains dapat dirangkum ke dalam tiga aspek 
sasaran pembelajaran yaitu penguasaan konsep sains, pengembangan 
keterampilan proses atau kinerja siswa, dan penanaman sikap ilmiah. 
Agar
 hasil belajar dapat diungkap secara menyeluruh, maka selain digunakan 
alat ukur tes obyektif dan subyektif perlu dilengkapi dengan alat ukur 
yang dapat mengetahui kemampuan siswa dari aspek kerja ilmiah 
(keterampilan dan sikap ilmiah) dan seberapa baik siswa dapat menerapkan
 informasi pengetahuan yang diperolehnya. Alat penilaian yang 
diasumsikan dapat memenuhi hal tersebut antara lain adalah tes unjuk kerja (performance test), penugasan (proyek/project), dan hasil kerja (Produk/Product) serta jenis penilaian alternatif lainnya seperti penilaian tertulis (paper & pen), portofolio (portfolio), sikap, diri (self assessment). (Depdiknas-Rancangan Penilaian Hasil Belajar, 2006). 
Dengan
 menerapkan penilaian seperti di atas, diharapkan dapat dikumpulkan 
bukti-bukti kemajuan siswa secara aktual yang dapat digunakan sebagai 
bahan pertimbangan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. 
Selain itu penilaian dengan cara ini dirasakan lebih adil dan fair bagi 
siswa serta dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara 
aktif dalam proses pembelajaran sains. 
B.     Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar Sains
Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara pengukuran (measurement), penilaian (assessment),
 dan evaluasi, padahal ketiganya memiliki pengertian yang berbeda-beda. 
Adapun pengertian dari ketiganya adalah sebagai berikut:
1.       Pengukuran Hasil Belajar Sains
Pengukuran
 didefinisikan sebagai kegiatan sistemik menentukan angka/skor obyek 
atau gejala yang diukur dengan ukuran tertentu. Ukuran yang digunakan 
dapat berupa ukuran standar (m, kg, ton, rupiah, dsb) atau ukuran tidak 
standar (depa, jengkal, langkah, dsb). Pengukuran tidak dapat dilepaskan
 dari pengertian kuantitas atau jumlah. Jumlah akan menunjukkan besarnya
 (magnitude) obyek, orang atau peristiwa yang dilukiskan dalam bentuk 
unit-unit ukuran tertentu seperti misalnya: menit, derajat, meter, 
percentile, dsb, sehingga dengan demikian hasil pengukuran itu selalu 
dinyatakan dalam bentuk bilangan. Jadi pengukuran (measurement) 
adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik 
dari suatu tingkatan di mana seorang siswa telah mencapai karakteristik 
tertentu. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan 
naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). 
Pengu-kuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai 
kuantitatif tersebut. Dalam kegiatan pengukuran hasil belajar sains ada 
prosedur atau aturan-aturan tertentu yang harus digunakan dalam 
penetapan angka atau skor seorang peserta didik, seperti menjumlahkan 
berapa benar dari sejumlah butir soal yang dikerjakan sebagai skornya 
dalam tes itu.
2.       Penilaian Hasil Belajar Sains
Penilaian (assessment)
 adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian 
untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau 
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Dalam rancangan 
penilaian hasil belajar Depdiknas, penilaian didefinisikan sebagai 
proses sistematis  meliputi 
pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal), analisis, interpretasi 
informasi untuk membuat keputusan. Penilaian menjawab pertanyaan tentang
 sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang siswa.
Kegiatan
 penilaian hasil belajar sains dilakukan untuk menafsirkan hasil 
pengukuran dan menentukan pencapaian hasil belajar sains berdasarkan 
kriteria tertentu. Umumnya digunakan kategorisasi seperti baik-buruk, 
benar-salah, sangat setuju-sangat tidak setuju, dan sebagainya. 
Pendekatan dalam penilaian pembelajaran biasanya terdiri atas: Penilaian Acuan Norma (Norm-Referenced-PAN)
 dan Penilaian Acuan Patokan (Criterion-Referenced-PAP). PAN adalah 
penilaian yang membandingkan hasil pengukuran yang diperoleh orang lain 
dalam kelompoknya. Sedangkan PAP adalah penilaian berdasarkan patokan 
atau kriteria tertentu yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Adapun 
rangkuman ciri-ciri perbandingan kedua-duanya adalah sebagai berikut:
PAP 
 | 
  
PAN 
 | 
 |
KEGUNAAN 
 | 
  
Ketuntasan
  belajar 
 | 
  
Pengujian
  hasil belajar 
 | 
 
PENEKANAN
  UTAMA 
 | 
  
Menjelaskan
  kemampuan menyelesaikan tugas 
 | 
  
Mengukur
  perbedaan individu 
 | 
 
INTERPRETASI
  HASIL 
 | 
  
Membandingkan
  kemampuan dengan kriteria penilaian 
 | 
  
Membandingkan
  antara prestasi peserta didik 
 | 
 
KELUASAN
  ISI 
 | 
  
Terfokus
  pada tugas terbatas 
 | 
  
Mencakup
  isi yang luas 
 | 
 
PERENCANAAN
  TES 
 | 
  
Rincian
  kemampuan yang diukur 
 | 
  
Kisi-kisi
  tes sangat dibutuhkan 
 | 
 
PROSEDUR
  PEMILIHAN BUTIR 
 | 
  
Mengikutkan
  semua butir yang diperlukan , tidak ada pergantian tingkat kesulitan butir
  atau membuang butir yang mudah 
 | 
  
Seleksi
  butir dengan daya beda tinggi, memperoleh variasi skor yang besar
  (heterogen), butir mudah dihilangkan 
 | 
 
STANDAR
  HASIL 
 | 
  
Penggunaan
  standar mutlak (menguasai 75% istilah teknis) 
 | 
  
Penggunaan
  standar norma (rangking 5-40 siswa) 
 | 
 
3.       Evaluasi Hasil Belajar Sains
Evaluasi
 adalah penentuan nilai suatu program dan penentuan pencapaian tujuan 
suatu program. Evaluasi berkaitan dengan proses pengumpulan data untuk 
menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana dari tujuan 
pendidikan dapat tercapai. Evaluasi juga dimanfaatkan untuk mengambil 
keputusan terhadap sebuah proses secara menyeluruh (input, proses, 
output). Evaluasi dapat digambarkan sebagai suatu proses untuk 
mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala dengan mempergunakan 
patokan-patokan tertentu, patokan-patokan itu mengandung pengertian 
baik-tidak baik, memenuhi syarat-tidak memenuhi syarat, memadai-tidak 
memadai, dan sebagainya, dengan dipengaruhi oleh value judgment. 
Kegiatan
 evaluasi hasil belajar sains menggunakan patokan-patokan untuk 
menetapkan sesuatu, patokan-patokan ini boleh bersumber dari hasil 
pengukuran atau pengujian atau tes atau mungkin juga bersumber dari 
sendiri oleh si penilai, sehingga subjektivitasnya sangat tinggi. Untuk 
mengurangi atau menghilangkan pengaruh subjektivitas dalam penilaian, 
maka  digunakan tes dan 
pengukuran, sehingga keputusan yang diambil melalui kegiatan penilaian 
akurasinya atau objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
4.       Tujuan dan Fungsi Evaluasi Hasil Belajar Sains
Secara
 garis besar tujuan dan fungsi dari evaluasi hasil belajar sains adalah 
untuk menetapkan apakah peserta didik dapat dinyatakan sudah menguasai 
kompetensi yang ditargetkan atau belum perlu dilakukan evaluasi 
pembelajaran sains dengan menggunakan berbagai bentuk dan alat 
pengukuran dan non pengukuran atau tes dan non-tes, formal ataupun non 
formal. Sehingga dari evaluasi yang dilakukan dalam pembelajaran dapat 
menggambarkan bentuk profil peserta didik.
Tujuan dan fungsi evaluasi hasil belajar secara rinci adalah sebagai berikut: 
- Menilai kemampuan individual melalui tagihan dan tugas tertentu
 - Menentukan kebutuhan pembelajaran
 - Membantu dan mendorong peserta didik
 - Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik
 - Menentukan strategi pembelajaran
 - Akuntabilitas lembaga
 - Meningkatkan kualitas pendidikan
 
5.       Prinsip Evaluasi Hasil Belajar
Berdasarkan
 peraturan menteri pendidikan nasional nomor 20 tahun 2007 menetapkan 
bahwa prinsip evaluasi hasil belajar peserta didik pada jenjang 
pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai 
berikut:
- Sahih, yaitu didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
 - Obyektif, yaitu didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas tidak dipengaruhi subyektifitas penilai.
 - Adil, yaitu tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena kebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
 - Terbuka, yaitu prosedur, kriteria, dan pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
 - Menyeluruh dan berkesinambungan, yaitu mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik evaluasi yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
 - Sistematis, yaitu dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
 - Beracuan kriteria, yaitu didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
 - Akuntabel, yaitu dapat dipertanggung jawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
 
6.       Objek, Subjek, dan Etika Evaluasi
Objek
 dalam evaluasi pembelajaran sains mencakup proses sains dan hasil 
belajar sains dari peserta didik. Evaluasi proses belajar merupakan 
upaya evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran sains yang dilakukan oleh 
guru dan peserta didik, sedangkan evaluasi hasil belajar adalah proses 
evaluasi terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan 
kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan 
pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, 
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan 
berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui 
sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. 
Evaluasi proses dan hasil belajar itu saling berkaitan satu dengan 
lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar. 
Guru
 pengampu bidang studi sains bertindak sebagai subjek evaluasi. Dalam 
hal ini, mengingat di sekolah pada umumnya guru-guru yang tersedia 
terdiri atas guru-guru disiplin ilmu seperti fisika, kimia, dan biologi.
 Sehingga diperlukan beberapa langkah seperti berikut:
1.    Dilakukan
 penelaahan untuk memastikan berapa kompetensi dasar dan standar 
kompetensi yang harus dicapai dalam satu topik pembelajaran sains. Hal 
ini berkaitan dengan berapa guru bidang studi sains yang dapat 
dilibatkan dalam pembelajaran pada topik tersebut.
2.  Setiap
 guru bertanggung jawab atas tercapainya kompetensi dasar yang termasuk 
dalam standar kompetensi yang ia mampu, seperti misalnya standar 
kompetensi-1 oleh guru dengan latar belakang biologi, standar 
kompetensi-2 oleh guru dengan latar belakang fisika, dan seterusnya.
3.    Disusun
 skenario pembelajaran dengan melibatkan semua guru yang termasuk ke 
dalam topik yang bersangkutan, sehingga setiap anggota memahami apa yang
 harus dikerjakan dalam pembelajaran tersebut.
4.       Sebaiknya
 dilakukan simulasi terlebih dahulu jika pembelajaran dengan sistem ini 
merupakan hal yang baru, sehingga tidak terjadi kecanggungan di dalam 
kelas.
5.      Evaluasi
 dan remedial menjadi tanggung jawab masing-masing guru sesuai dengan 
standar kompetensi dan kompetensi dasar, sehingga akumulasi nilai 
gabungan dari setiap kompetensi dasar dan standar kompetensi menjadi 
nilai mata pelajaran sains.
Etika
 evaluasi yang dilakukan seorang guru terhadap peserta didik hendaknya 
mencakup bidang perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporan evaluasi. 
Acuan-acuan evaluasi yang harus dilakukan seorang guru antara lain:
a.       Acuan norma: 
1.      Kemampuan orang berbeda.
2.      Tes harus bisa membedakan orang.
3.      Menggunakan distribusi normal.
4.      Parameter butir: tingkat kesulitan dan daya beda
5.      Hasil  penilaian dibandingkan dengan kelompoknya 
b.      Acuan kriteria: 
1.      Semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan  berbeda.
2.      Parameter butir: tingkat pencapaian  dan indeks sensitivitas.
3.      Standar  harus ditentukan terlebih  dahulu.
4.      Hasil penilaian: lulus dan tidak lulus.
7.       Karakteristik Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Sains
Instrumen
 merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian
 kompetensi. Bentuk instrumen merupakan alat yang digunakan dalam 
melakukan penilaian/pengukuran/evaluasi terhadap pencapaian kompetensi 
peserta didik. Bentuk-bentuk instrumen yang dikelompokkan menurut jenis 
tagihan dan teknik evaluasi adalah:
·         Tes: isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, uraian, dan unjuk kerja
·         Non-tes: panduan observasi, kuesioner, panduan wawancara, dan rubrik.
Jenis
 evaluasi hasil belajar terdiri atas tes dan non-tes. Sistem evaluasi 
dengan menggunakan tes merupakan sistem evaluasi konvensional. Sistem 
ini kurang dapat menggambarkan kemampuan peserta didik secara 
menyeluruh, sebab hasil belajar digambarkan dalam bentuk angka yang 
gambaran maknanya sangat abstrak. 
C.    Penutup 
Sebagai
 seorang pendidik, guru haruslah dapat mempraktikkan beberapa teknik 
penilaian, baik yang termasuk dalam ranah kognitif, afektik, maupun 
psikomotor. Selain itu, guru juga dituntut mampu melaksanakan penilaian 
mulai dari awal sampai akhir proses belajar mengajar. Tugas
 berupa laporan baik secara individu maupun kelompok sebaiknya berupa 
tugas aplikasi, misalnya merupakan hasil pengamatan di luar kelas. Dapat
 pula berupa  tugas sintesis dan evaluasi, misalnya tugas pemecahan masalah  lingkungan dan usulan cara penanggulangannya. Melalui penugasan ini maka kemampuan berpikir dan kepekaan peserta didik  akan terasah.
Daftar Pustaka
Asmawi, Z. dan Nasution, N. (1994). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Rancangan Penilaian Hasil Belajar-KTSP. Jakarta. Depdiknas Republik Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA terpadu, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs). Jakarta. Depdiknas Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007. Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta. Depdiknas Republik Indonesia.
